
Kajian Islam – Fenomena Hidup dan Kematian Hati
Kami berkata, “Ini merupakan karunia dan kebaikan anda wahai syaikh kami, kalau demikian adanya, kami memiliki pertanyaan yang mewakili diri kami, saudara-saudara kami dan para pembaca yang mulia, yaitu pertanyaan sekitar pembahasan anda berkenan dengan hati yang sehat, sakit, dan mati. Namun yang ingin kami tanyakan adalah apa fenomena yang menunjukkan hal itu sehingga kami dapat merasakannya dalam diri kami dan mendiagnosanya dalam hati kami, agar dapat membebaskan diri darinya?”
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Wahai anakku, kadangkala hati sakit, dan sakitnya sangat akut, namun penderitanya tidak menyadarinya karena kelalaian dan keacuhannya serta keberpalinganya dari pengetahuan tentang sifat-sifat dan sebab-sebab sehatnya hati. Bahkan terkadang hati itu telah mati namun pemiliknya tidak menyadari sama sekali tentang kematiannya. Tandanya, pemilik hati yang sakit itu tidak lagi merasakan sakitnya luka-luka keburukan, tidak lagi merasakan sakitnya kejahilan tentang kebenaran, sesuai dengan kadar kehidupannya.
Dan luka itu tidaklah menyakiti orang yang telah mati.
Dan terkadang ia merasakan sakitnya, namun menanggung kepahitan obat dan bertahan dengan sabar dalam terapi obat tersebut dalah terlalu berat baginya, sehingga ia lebih memilih penyakit itu tetap bersarang, daripada menanggung beratnya terapi, karena terapi itu adalah penentangan terhadap hawa nafsu, dan itu merupakan kesulitan yang sangat berat atas jiwa, padahal atidak ada terapi lain yang lbeih bermanfaat darinya.
Kadangkala ia bisa bertahan sebentar dalam kesabaran, lalu azamnya hilang dan tidak berlanjut lagi karena ilmu, bashirah dan kesabarannya lemah. Laksana orang yang masuk ke suatu jalan yang menakutkan, tapi menjanjikan keamanan sedangkan dia menyadari sekali bila dia bisa bersabar melalui rintangan dan ketakutan tersebut, maka pasti dia meraih keamanan. Jadi dia hanya membutuhkan kekuatan, kesabaran dan keyakinan terhadap tujuan yang ingin dicapainya. Ketika kesabaran dan keyakinannya melemah, serta tidak dapat menanggung kesulitannya, maka dia akan kembali dari jalannya. Apalagi dia tidak memiliki seorang teman yang menemaninya di tengah belantara keterasingan dosa, dan dia akan bergumam, ‘Ke mana manusia pergi, sehingga aku dapat jadikan mereka sebagai teladan.’ Inilah kondisi kebanyakan makhluk, dan itulah yang mencelakakan mereka. Maka orang yang cerdas dan benar-benar jujur dalam keimanannya tidak akan merasa terasing disebabkan sedikitnya teman atau tidak memilikinya sama sekali, karena hatinya merasakan kebersamaan dengan generasi pertama yang telah berada dalam lindungan Allah Subhaanahu wata’ala, yaitu para nabi, sidiqin, syuhada’ dan shalihin. Dan merekalah sebaik-baik teman. Jadi kesendirian hamba dalam menempuh jalan menuju tujuannya adalah tanda kebenarannya dalam pencarian.
Di antara tanda sakit hati adalah keberpalingannya dari mengonsumsi makanan yang bermanfaat baginya dan sesuai dengan kebutuhannya kepada mengonsumsi makanan yang membahayakan, dan keberpalingannya dari obat yang bermanfaat kepada obat yang berbahaya. jadi di sini ada mepat perkara: makanan yang mnfaat, obat yang bermanfaat, makanan yang berbahaya dan obat yang berbahaya.
Dan hati yang sehat adalah yang lebih mengutamakan obat dan makanan bermanfaat daripada obat dan makanan yang membahayakan, sedangkan hati yang sakit adalah kebalikan daripada itu.”
[OBAT HATI, Antara Terapi Ibnul Qayyim & Ilusi Kaum Sufi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah]
Leave a Reply