
Kajian – Menghidupkan Hati Nurani
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, … (QS. al-Hajj[22]:34-35)
Kalau ada satu keberuntungan bagi manusia dibandingkan dengan hewan, maka itu adalah bahwa manusia memiliki kesempatan untuk ma’rifat (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini dikaruniakan Allah karena manusia memiliki akal dan yang terutama sekali hati nurani. Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia.
Orang-orang yang hatinya benar-benar berfungsi akan berhasil mengenali dirinya dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenali Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini, kecuali keberhasilan mengenal diri dan Tuhannya.
Karenanya, siapa pun yang tidak bersungguh-sungguh menghidupkan hati nuraninya, dia akan jahil, akan bodoh, baik dalam mengenali dirinya sendiri. Lebih-lebih lagi dalam mengenal Allah Azza wa Jalla, Dzat yang telah menyempurnakan kejadiannya dan pula mengurus tubuhnya lebih daripada apa yang bisa ia lakukan terhadap dirinya sendiri.
Orang-orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal dirinya dengna baik, tidak akan tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini, apalagi merasakan indahnya hidup. Demikian pun, karena tidak mengenal Tuhannya, maka hampir dapat dipastikan kalau yang dikenalnya hanyalah dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil belaka.
Akibatnya, semua kalkulasi perbuatannya, tidak bisa tidak, hanya diukur oleh asesoris keduniaan belaka. Dia menghargai orang semata-mata karena orang tersebut tinggi pangkat, jabatan, dan kedudukannya ataupun banyak hartanya. Demikian pula dirinya sendiri merasa berharga di mata orang, itu karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi dibandingkan dengan orang lain. Ada pun dalam perkara harta, gelar, pangkat, dan kedudukan itu sendiri, ia tidak akan memperdulikan dari mana datangnya dan ke mana perginya karena yang penting baginya adalah ada dan tiadanya.
Sebagian besar perang ternyata tidak mempunyai cukup waktu dan kesungguhan untuk bisa mengenali hati nuraninya sendiri. Akibatnya, menjadi tidak sadar, apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan dunia yang serba singkat ini. Sayang sekali, hati nurani itu berbeda dengan dunia tidak bisa dilihat dan diraba. Kendatipun demikian, kita hendaknya sadar bahwa hatilah puast segala kesejukan dan keindahan dalam hidup ini.
Seoarng ibu yang tengah mengandung ternyata mampu menjalani hari-harinya dengan sabar, padahal jelas secara duniawi tidak menguntungkan apa pun. Yang ada malah berat melangkah, sakit, lelah, dan mual. Walaupun demikian, semua itu toh tidak membuat sang ibu berbuat aniaya terhadap jabang bayi yagn dikandungnya.
Datang saatnya melahirkan, apa yang bisa dirasakan seorang ibu, selain rasa sakit yang tidak terperikan. Tubuh terluka, darah bersimbah, bahkan tak jarang berjuang di ujung maut. Ketika jabang bayi berhasil terlahir ke dunia, subhaanallah, sang ibu malah tersenyum penuh bahagia.
Sang bayi yang masih merah itu pun dimomong siang dan malam dengan penuh kasih sayang. padahal, tangisnya di tengah malam buta membuat sang ibu berkurang jatah istirahatnya. Siang malam dengan sabar ia mengganti popok yang sebentar-sebentar basah dan sebentar-sebentar belepotan e’e’ bayinya. Cucian pun tambah menggunung karena tak jarang pakaian sang ibu harus sering diganti karena terkena pipis si jantung hati. AKan tetapi, masya Allah, semua beban ‘derita’ itu toh tidak membuat ia berlaku kasar atau mencampakkan sang bayi.
Ketika tiba saatnya si buah hati belajar berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan menjaganya. Hatinya selalu cemas jangan-jangan si mungil yang tampak kian hari semakin lucu itu terjatuh atau menginjak duri. Saatnya si anak harus masuk sekolah, tak kurang-kurang menjadi beban orang tua. Demikian pula ketika memasuki dunia remaja, mulai tampak kenakalannya, mulai sering membuat kesal orangtua. Sungguh menjadi beban batin yang tidak ringan.
Pendek kata, sewaktu kecil menjadi beban, sudah besar pun tak kurang-kurangn menyusahkan. Begitu panjangnya rentang waktu yang harus dijalani orang tua dalam menanggung segala beban, namun begitu sedikit balas jasa anak. Bahkan tak jarang sang anak malah berbuat durhaka, menelantarkan, dan mencampakkan kedua orangtuanya begitu saja manakala tiba saatnya mereka tua renta.
Mengapa orang tua bisa demikian tahan untuk terus-menerus berkorban bagi anak-anaknya? Karena, keduanya mempunyai hati nurani, yang dari dalam terpancar kasih sayang yang tulus suci. Walaupun tidak ada imbalan langsung dari anak-anaknya, namun nurani yang memiliki kasih sayang inilah yang membuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan penderitaan. Bahkan sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi beban.
Oleh karena itu, beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta yang banyak. Akan tetapi, yang harus selalu kita jaga dan rawat sesungguhnya adalah kekayaan batin kita berupa hati nurani ini. Hati nurani yang penuh cahaya kebenaran akan membuat pemiliknya merasakan indah dan lezatnya hidup ini karena selalu akan merasakan indah dan lezatnya hidup ini karena selalu akan merasakan kedekatan dengan Allah Azza wa jalla. Sebaliknya, waspadalah bila cahaya hati nurani menjadi redup. Karena, tidak bisa tidak, akan membuat pemiliknya selalu merasakan kesengsaraan lahir batin lantaran senantiasa merasa terjauhkan dari rahmat dan pertolongan-Nya.
Allah Maha Tahu akan segala lintasan hati. Dia menciptakan dunia beserta segala isinya ini dari unsur tanah; dan itu berarti senyawa denagn tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan kita tidaklah cukup dengan berzikir, tetapi harus dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan, yang ternyata sumbernya dari tanah pula.
Bila perut terasa lapar, maka kita santap aneka makanan, yang sumbernya ternyata dari tanah. Bila tubuh kedinginan, kita pun mengenakan pakaian, yang bila ditelusuri, ternyata unsur-unsurnya terbuat dari tanah. Demikian pun bila suatu ketika tubuh kita menderita sakit, maka dicarilah obat-obatan, yang juga diolah dari komponen-komponen yang berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala keperluan tubuh, kita mencarikan jawabannya dari tanah.
Akan tetapi, kalbu ini ternyata tidak senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga ia hanya akan terpuaskan lapar, dahaga, sakit, serta kebersihannya semata-mata dengan mengingat Allah. “Alaa bi dzikrillahi tathma’inunul quluub” (QS ar-Ra’d[13]:28). Camkan, hatimu hanya akan tenteram jikalau engkau selalu ingat kepada Allah!
Kita akan mempunyai banyak kebutuhan untuk fisik kita, tetapi kita pun memiliki kebutuhan untuk kalbu kita. Karenanya, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi kebutuhan fisik dengan unsur duniawi, tetapi kalbu atau hati nurani tetap tertambat kepada Dzat Pemilik Dunia. Dengan kata lain, tubuh sibuk dengan Allah yang memiliki dunia. Inilah sebenarnya yang paling harus kita lakukan.
Sekali kita salah dalam mengelola hati – tubuh dan hati sama-sama sibuk dengan urusan dunia – kita pun akan stres jadinya. Hari-hari pun akan senantiasa diliputi kecemasan. Kita akan takut ada yang menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal, dan seterusnya. Ini semua diakibatkan oleh sibuknya seluruh jasmani dan ruhani kita dengan urusan dunia semata.
Inilah sebenarnya yang sangat potensial membuat redupnya hati nurani. Kita sangat perlu meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini.
Bagaimana caranya agar kita mampu senantiasa membuat hati nurani ini tetap bercahaya?
Secara umum solusinya adalah bagaimana yang telah diungkapkan di atas: kita harus senantiasa berjuang sekuat-kuatnya agar hati ini jangan sampai terlalaikan dari mengingat Allah. Mulailah dengan mengenali apa yang ada pada diri kita, sehingga mudah-mudahan ikhtiar ini menjadi jalan bagi kita untuk dapat lebih mengenal Allah, Dzat yang telah menciptakan dan mengurus diri kita.
Dialah satu-satunya Dzat Maha Pembolak-balik hati, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk membalikkan hati yang redup dan kusam menjadi terang benderang dengan cahaya-Nya.
[Bening Hati, K.H. Abdullah Gymnastiar & Basyar Isya]
Leave a Reply