Kajian Islam – Firasat Merupakan Salah Satu Buah Bashirah
Dalam sebuah majlis ilmu Imam Ibnu Qayyim menyampaikan bahwa sesungguhnya bashirah yang diletakkan oleh Allah dalam hati, yang dengannya dapat digunakan untuk membedakan antara yang haq dengan yang batil, dan antara kejujuran dengan kebohongan.
Allah Subhaanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّلۡمُتَوَسِّمِينَ (٧٥)
‘Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda’ (Al-Hijr: 75)
Dan diriwayatkan dari Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,
‘Takutlah kalian terhadap firasat seorang Mukmin, karena dia melihat dengan cahaya Allah.’ Kemudian beliau membaca, ‘Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda’.’ (Al-Hijr: 75).1
Kata “at-Tawassum” adalah melakukan perbuatan mencari tanda. Dan orang yang memiliki firasat disebut dengan mutawassim, karena dia meminta petunjuk (dalil) dari sesuatu yang dia lihat atas perkara yang ghaib. Maka dia mencari petunjuk yang jelas sebagai bukti atas iman. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wata’ala mengkhususkan mereka sebagai orang-orang yang memanfaatkan tanda-tanda, karena mereka meminta petunjuk sesuatu yang mereka persaksikan berdasarkan hakikat yang dikabarkan oleh Rasul, berupa perintah dan larangan, pahala dan hukuman. Allah Subhaanahu wata’ala telah mengilhamkan hal itu kepada Adam dan mengajarkan kepadanya ketika Allah Subhaanahu wata’ala mengajarkan tentang segala nama kepadanya. Anak cucu Adam adalah penerusnya dan pengikutnya. Maka setiap hati seharusnya menerima hal itu. Firasat itu ada dalam hati dengan kekuatannya. Dengan firasat, hujjah dapat didirkan, pelajaran dapat diperoleh dan menunjukkan dalil menjadi shahih.
Allah Subhaanahu wata’ala telah mengutus para rasul-Nya sebagai pemberi peringatan, penggugah kesadaran, dan penyempurna bagi potensi firasat ini, dengan cahaya wahyu dan iman. Sehingga hal itu menambah ketajaman cahaya firasat dan potensi yang terbekali dalam hati, sehingga ia menjadi cahaya di atas cahaya. Bashirah pun menjadi kuat, cahaya menjadi terang dan lestari dengan bertambahnya materi cahaya dan kontinuitasnya. dan hal itu akan terus bertambah hingga hal itu dapat terlihat di wajah dan anggota-anggota badan, dalam perkataan dan perbuatan-perbuatan. Barangsiapa yang tidak menerima hidayah Allah dan tidak mendongakkan kepalanya untuk hidayah itu, maka hatinya akan tertutup dengan tabir dan noda-noda, sehingga menjadi gelap dan buta dari bashirah. Kemudian tertutuplah darinya segala hakikat iman, sehingga dia melihat kebenaran sebagai kebatilan, dan melihat kebatilan sebagai kebenaran, dia melihat petunjuk sebagai kesesatan, dan melihat kesesatan sebagai petunjuk.
Allah Subhaanahu wata’ala berfirman,
كَلَّاۖ بَلۡۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِہِم مَّا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ (١٤)
‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya sesuatu yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.’ (Al-Muthaffifin: 14).
Kata “ar-rain” atau “ar-ran” adalah hijab yang tebal yang menghalangi hati untuk memandang kebenaran dan tunduk kepadanya.”
Kami bertanya, “Wahai imam dan syaikh kami, jika firasat adalah cahaya yang diletakkan oleh Allah Subhaanahu wata’ala dalam hati anak-anak Adam, dan semua hati dapat menerima hal itu sebagaimana anda jelaskan, apakah hal ini bermakna bahwa firasat itu satu macam saja untuk setiap orang?”
Imam Ibnul Qayyim berkata dan terlihat kesantaian dalam raut mukanya karena pertanyaan ini, “Wahai hadirin yang terhormat dan para pembaca yang mulia, kami menjelaskannya bagi kalian dengan memohon taufik dari Allah Subhaanahu wata’ala sebagai berikut,
Sesungguhnya sesuai dengan kekuatan bashirah dan kelemahannya, maka firasat itu akan terbentuk.
Ada dua firasat;
- Firasat tinggi dan mulia; yaitu firasat yang khusus bagi orang-orang yang beriman.
- Firasat rendah dan hina; bisa dimiliki oleh orang-orang kafir ataupun orang-orang yang beriman. Ia adalah firasat para petapa, yang kelaparan, begadang pada malam hari dan berkhalwat, memurnikan batinnya dari kesibukan-kesibukan. Mereka dapat memiliki firasat yagn dapat menyingkap gambaran-gambaran, kabar tentang sebagian berita-berita ghaib yang rendah di mana informasi tentang hal itu dan penyingkapannya tidak mengandung kesempurnaan jiwa, kesucian, keimanan dan pengetahuan makiraft. FIrasat mereka tidak dapat menembus selain dari berita-berita ghaib yang rendah itu, karena mereka terhijab dari Allah Subhaanahu wata’ala sehingga firasat mereka tidak bisa membedakan antara wali-wali Allah dengan musuh-musuhNya, dan jalan wali-wali Allah dengan jalan musuh-musuh Allah.
Sedangkan firasat orang-orang yang beanr dan mengetahui tentang Allah dan perintahNya, amaka himmah mereka adlah untuk sesuatu yang berkaitan dengan citna keapda Allah Subhaanahu wata’ala, makrifat dan ubudiyahNya serta menyeru manusia kepada agamaNya berdasarkn bashirah. Firasat mereka berhubungan dengan Allah Subhaanahu wata’ala, bergantung keapda cahaya wahyu bersama cahaya iman. Firasat mereka dapat membedakan antara sesuatu yang dicitnai Allah denga nsuatu yang dibenciNya berupa benda-benda, perkataan dan perbuatan. FIrasat mereak dapat membedakan antara yang bik denga nyang buruk, yang benar dengan yang bathil, dan yang jujur dengan yang dusta. Firasat mereka mengetahui kadar-kadar kesiapan orang-orang yang menjalani penitian kepada Allah. Firast ini membebankan terhadap setiap manusia sesuai denagn kadar kesiapannya dari sisi ilmu, keinginan, dan amalnya.
Jadi firasat orang-orang itu selalu berkisar di antara usaha menyingkap jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengenal jalannya, serta memurnikannya dari segala jalan-jalan yang lain. Ia juga menyingkap aib-aib jiwa, bencana-bencana amala yang menghalangi dari jalur para rasul. Ini merupakan jenis bashirah dan firasat yang paling mulia, serta yang paling bermanfaat bagi hamba dalam kehidupannya dan tempat kembalinya.
Sumber : OBAT HATI, Antara Terapi Ibnul Qayyim & Ilusi Kaum Sufi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah
Leave a Reply